bandungarchitect.com "DESIGN ARCHITECTURE UNIQUE"

Rumah Martabak


- Client         : Mr. Iwan Setiawan
- Location    : Ranca kendal luhur, Bandung
- Area          : Site             : 322 m2
                      Building      :  128 m2
- Status        : Design Proposal

Residence at Guruminda



- Client           :  Mr. Hadi Utama
- Location       : Guruminda, Bandung
- Area             : Site             : 124 m2
                         Building      :  72 m2
 - Status          : Design Proposal

With reference to modern tropical concept, the design of this building combines natural ingredients with cutting-edge materials in addition to utilizing the potential of the surrounding environment.

Residence at Mekarwangi




- Client           : Mr. Jerry Soebroto
- Location      : Mekarwangi
- Area            : Site          : 220m2
                        Building   :  198 m2
- Status         : Design Proposal



This residential design gives priority to local materials exploration such as "batu Krawang" that was applied to open areas that serve to optimize the lighting and the natural ventilation.

apa sih arsitektur yang berkelanjutan itu??




Pada masa sekarang ini sedang sedang semarak isu global warming, arsitek-arsitek di dunia dituntut menyajikan penerapan arsitektur yang ramah lingkungan atau yang istilah lebih keren arsitektur yang bekelanjutan (sustainable architecture) dalam karya-karyanya. Apa sih maksud dari arsitektur yang bekelanjutan (sustainable architecture) itu sendiri? 

Arsitektur berkelanjutan (sustainable architecture) adalah sebuah konsep terapan dalam bidang arsitektur untuk mendukung konsep berkelanjutan, yaitu konsep mempertahankan sumber daya alam agar bertahan lebih lama, yang dikaitkan dengan umur potensi vital sumber daya alam dan lingkungan ekologis manusia, seperti sistem iklim planet, sistem pertanian, industri, kehutanan, dan tentu saja arsitektur. Kerusakan alam akibat eksploitasi sumber daya alam telah mencapai taraf pengrusakan secara global, sehingga lambat tetapi pasti, bumi akan semakin kehilangan potensinya untuk mendukung kehidupan manusia, akibat dari berbagai eksploitasi terhadap alam tersebut.

Dampak negatif dari pembangunan konstruksi sangat beragam, antara lain adalah dieksploitasinya sumber daya alam secara berlebihan. Simak saja, pertambangan sumber daya alam yang dikeruk habis-habisan, penggundulan hutan tanpa penanaman kembali, dimana hal-hal semacam ini dapat menurunkan kualitas sumber daya alam lain di bumi. Tidak hanya itu, teknologi dan hasil teknologi yang digunakan manusia seperti kendaraan, alat-alat produksi dalam sistem produksi barang dan jasa (misalnya pabrik), peralatan rumah tangga dan sebagainya dapat menimbulkan dampak negatif akibat emisi gas buangan, limbah yang mencemari lingkungan.

Tampaknya, sangat tidak mudah untuk menghilangkan sama sekali dampak dari pembangunan dan konstruksi terhadap lingkungan. Tentunya tidak mungkin untuk melarang orang membangun, karena sudah menjadi kebutuhan manusia, sehingga yang dapat dilakukan adalah memasukkan konsep arsitektur berkelanjutan dalam rangka meminimalkan dampak negatif konstruksi terhadap lingkungan. Banyak tokoh arsitektur, di Indonesia misalnya Adi Purnomo, Eko Prawoto, Ahmad Tardiyana, dan lain-lain, mengembangkan konsep arsitektur berkelanjutan secara pribadi dan melalui pengalaman dalam praktek desain arsitektur dan dalam dunia akademis. Konsep arsitektur berkelanjutan, yang disampaikan oleh berbagai narasumber dan praktisi dalam konsep ini memiliki banyak persamaan, yaitu menyerukan agar sumber daya alam dan potensi lahan tidak digunakan secara sembarangan, penggunaan potensi lahan untuk arsitektur yang hemat energi, dan sebagainya.

Berbagai konsep dalam arsitektur yang mendukung arsitektur berkelanjutan, antara lain dalam efisiensi penggunaan energi, efisiensi penggunaan lahan, efisisensi penggunaan material, penggunaan teknologi dan material baru, dan manajemen limbah.

Perlunya lebih banyak promosi bagi arsitektur berkelanjutan adalah sebuah keharusan, mengingat kondisi bumi yang semakin menurun dengan adanya degradasi kualitas atmosfer bumi yang memberi dampak pada pemanasan global. Semakin banyak arsitek dan konsultan arsitektur yang menggunakan prinsip desain yang berkelanjutan, semakin banyak pula bangunan yang tanggap lingkungan dan meminimalkan dampak lingkungan akibat pembangunan. Dorongan untuk lebih banyak menggunakan prinsip arsitektur berkelanjutan antara lain dengan mendorong pula pihak-pihak lain untuk berkaitan dengan pembangunan seperti developer, pemerintah dan lain-lain. Mereka juga perlu untuk didorong lebih perhatian kepada keberlanjutan dalam pembangunan ini dengan tidak hanya mengeksploitasi lahan untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa kontribusi bagi lingkungan atau memperhatikan dampak lingkungan yang dapat terjadi.

Arsitektur berkelanjutan merupakan konsekuensi dari komitmen Internasional tentang pembangunan berkelanjutan karena arsitektur berkaitan erat dan fokus perhatiannya kepada faktor manusia dengan menitikberatkan pada pilar utama konsep pembangunan berkelanjutan yaitu aspek lingkungan binaan dengan pengembangan lingkungannya, di samping pilar pembangunan ekonomi dan sosial.

Sebagai proses perubahan, pembangunan berkelanjutan harus dapat menggunakan sumber daya alam (SDA), investasi, pengembangan teknologi, serta mampu meningkatkan pencapaian kebutuhan dan aspirasi manusia. Dengan demikian, arsitektur berkelanjutan diarahkan sebagai produk sekaligus proses berarsitektur yang erat mempengaruhi kualitas lingkungan binaan yang bersinergi dengan faktor ekonomi dan sosial, sehingga menghasilkan karya manusia yang mampu meneladani generasi berarsitektur di masa mendatang.

Proses keberlanjutan arsitektur meliputi keseluruhan siklus masa suatu bangunan, mulai dari proses pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan. Visi arsitektur berkelanjutan tidak saja dipacu untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (glass houses effect), juga mengandung maksud untuk lebih menekankan pentingnya sisi kualitas dibanding kuantitas ditinjau dari aspek fungsional, lingkungan, kesehatan, kenyamanan, estetika dan nilai tambah.

Secara normatif, hal ini sudah terakomodasi dalam peraturan perundangan seperti ketentuan tentang fungsi bangunan gedung, persyaratan tata bangunan yang berkaitan dengan aspek lingkungan dan estetika pada berbagai skala dan cakupan baik ruangan, bangunan, lingkungan, maupun persyaratan keandalan bangunan gedung yang meliputi keselamatan, kesehatan, kenyamaman dan kemudahan. Dari sisi ini, kesadaran faktor manusia dikedepankan dibanding faktor lain. Hal ini mengingat paradigma yang juga sudah berubah dan mengalami perkembangan yang awalnya sebagai paradigma pertumbuhan ekonomi, kemudian bergeser ke paradigma kesejahteraan. Di era reformasi dan demokratisasi politik di Indonesia, mulai bergeser ke pola paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development paradigm) yang lebih bernuansa pemberdayaan komitmen internasional.

Tema itu penting dalam perancangan

Perancangan rumah dari jaman ke jaman mengalami perubahan. Bagi sebagian orang, rumah tinggal tidak lagi hanya sebagai alat perlindungan dari dunia luar, tetapi sudah menyerupai “fashion” yang berfungsi sebagai alat aktualisasi diri. Rumah tidak sekedar sebagai ruangan untuk beraktivitas, tetapi juga sebagai media komunikasi pemilik rumah untuk “menyuarakan” apa yang ada didalamnya. Pembangunan rumah tidak selalu mengikuti pola-pola baku lama yang berlaku umum. Pada umumnya setiap pemilik rumah (calon) mempunyai keinginan dan angan-angan pada rumahnya yang sering dirumuskan menjadi sebuah ungkapan.
Tema tersebut yang akan mengarahkan selama proses disain dan konstruksi. Arsitek sebagai pelaksana dalam proses disain harus mengarahkan setiap guratan penanya untuk memberikan nuansa tema pada setiap detail rancangan, hingga rumah dapat bekerja dan berfungsi sesuai tema, serta angan-angan pemilik rumah menjadi terwujud. Tema sangat beragam dan dapat muncul dari berbagai aspek. Namun yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mengaplikasikan tema kedalam sebuah rancangan rumah tinggal. Tidak hanya ketepatan interpretasi terhadap tema, tetapi juga menerapkan tema selama proses perancangan hingga terwujud sebuah rumah tinggal. Perumusan dan Interpretasi Tema Perkembangan dan kecenderungan kondisi sosial politik dan budaya dunia sangat mempengaruhi tema perancangan pada umumnya. Ketika berkembang material baja, bangunan dengan rangka baja banyak bermunculan. Krisis ekonomi memunculkan tema efisiensi, sedangkan ‘postmodernisme’ memunculkan bangunan-bangunan dengan tema dekoratif atau warna-warna yang bernuansa festival. Isu regionalisme yang terjadi pada saat ini mendorong para pembangun untuk menggali tema-tema lokal. Sehingga (misalnya di Indonesia) bermunculanlah bangunan-bangunan bergaya tradisional, dengan material penyusun dari lingkungan setempat, kemiringan atap curam, teritisan lebar (tropis), dll.

Terlepas dari perkembangan pemikiran dunia, kondisi lingkungan setempat : seperti lahan (kemiringan lahan, berkontur, berbatu), lokasi (kota, hutan, gurun, perumahan, rawa, sungai), gaya bangunan terdekat juga dapat memunculkan tema . Rumah pada lahan miring, rumah batu, rumah padang pasir, rumah mengapung, “menangkap gunung”, arsitektur atap, rumah kayu, rumah panggung adalah beberapa contoh tema yang dapat dimunculkan.
Namun demikian, dalam perancangan rumah tinggal, tema tetap merupakan dominasi para pengambil keputusan utama, dalam hal ini adalah pemilik rumah dan arsitek.

Tema : angan-angan pemilik rumah
Tema dapat muncul dari angan-angan pemilik rumah. Pada saat mengungkapkan keinginannya untuk membangun rumah, beberapa pemilik rumah ada yang bisa mengungkapkan tema yang diinginkan secara eksplisit (diucapkan), ada yang tidak, bahkan ada yang tidak mengenal istilah tema dalam disain. Tema yang tidak diucapkan akan terungkap dari keinginan-keinginan pemilik rumah mengenai hal-hal lain baik yang berkaitan dengan kebutuhan ruang sampai hal-hal diluar arsitektur seperti hobi, pekerjaan, maupun keluarga.
Pada umumnya tema tidak muncul begitu saja, tetapi dengan dasar latar belakang pemilik rumah atau melalui proses pemikiran terlebih dahulu. Seorang yang sibuk akan lebih menyukai tema bangunan ‘simply’, ‘clear’ dan ‘managable’, penggemar seni cenderung menginginkan tema yang berkaitan dengan galeri/ruang untuk memamerkan karya atau koleksinya: cahaya, bidang, selasar, ruang, sedangkan keluarga dengan pola “birokrat” menghendaki hirarki ruang yang terurut dan terpisah jelas sesuai fungsinya.

Tema : “intelectual background” arsitek 
Latar belakang dan pengalaman seorang arsitek merupakan perbendaharaan tema yang sangat luas. Ideologi, faham dan pemahamannya mengenai khasanah arsitektur, kemampuan arsitek men-“sari”-kan permasalahan yang dihadapi dan merumuskannya menjadi sebuah potensi, dapat memberikan tema yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. 
Bagi sebagian arsitek, tema tertentu sudah menjadi “merek dagang”, yang selalu diterapkan pada setiap bangunan yang dirancangnya. Misalnya Toyo Ito dan Itsuko Hasegawa yang berusaha menjembatani dunia maya/digitaldan komunikasidengan bangunan, Bernard Tscumi dengan pemahamannya mengenai pluralisme kota, Geoffry Bawa dan Kerry Hill dengan regionalismenya.

Komunikasi pemilik rumah dan arsitek : interpretasi tema
Pada akhirnya, sebuah tema akan lahir dan harus disepakati oleh kedua pengambil keputusan utama melalui proses komunikasi. Dari proses komunikasi selama proses perancangan akan menelorkan interpretasi tema yang akan diterapkan pada bangunan. Dalam beberapa kasus, pemilik rumah akan mencari arsitek yang sepaham dengan dirinya, sehingga setiap usulan yang diberikan oleh sang arsitek sejalan dengan yang diinginkannya. Dalam kasus lain sering pula terjadi arsitek yang tidak sejalan dengan pemilik rumah. Di sini diperlukan kearifan kedua belah pihak dalam menentukan keputusan, sehingga rumah yang dihasilkan kelak tetap menyuarakan tema yang sudah ditetapan.

Aplikasi Tema pada Proses Perancangan
Tema merupakan salah satu bagian dari proses perancangan yang harus disepakati pada tahap awal oleh pemilik rumah dan arsitek. Dengan acuan tema, seorang arsitek akan mulai merancang rumah sang pemilik, sehingga terwujud keinginannya.
Sebagai ilustrasi penulis akan menggunakan contoh tahap-tahap yang dilakukan penulis dalam perancangan rumah tinggal, di bawah ini.

Proses disain
Tahap I : Bertemu pemilik rumah: penyampaian kebutuhan ruang dan pengungkapan tema secara lisan dan tulisan, mempelajari latar belakang keluarga
2. Survei lahan.
Tahap II
1.Analisa : latar belakang keluarga, survei lahan 
2.Perumusan tema dan konsep
3. Disain : 2 alternatif disain (bentuk dan layout), denah,tampak, potongan prinsip, perspektif.<
4. Asistensi 1 : pengungkapan usulan tema dan konsep serta perwujudan pada 2 alternatif disain, diambil kesepakatan mengenai tema dan konsep, memilih alternatif.

Tahap III
1.Disain : pengembangan salah satu alternatif dengan 2 buah varian (perbedaan minor pada fasade atau denah).
2.Asistensi 2 : memilih varian, diskusi awal mengenai ‘material finishing’

Tahap IV
1. Disain : Pengembangan detail, ‘design development’
2. Asistensi 3 : mendiskusikan detail, pemilihan material, draf RAB

Tahap V
1.Disain : Pengembangan detail, pembuatan dokumen konstruksi
2.Asistensi 4 (jika diperlukan)
1. Penyerahan dokumen konstruksi

B. Pengawasan konstruksi
Selain tahap I dan II, tahap IV dan pengawasan konstruksi merupakan tahap yang cukup kritis. Disini konsistensi penerapan tema pada keseluruhan bangunan ditentukan. Pemilihan detail yang sesuai, hingga pemilihan material akan mempengaruhi hasil akhir rancangan. Hasil akhir rancangan akan sangat beragam. Rancangan yang berhasil akan dengan mudah dicerna baik secara visual dan rasa oleh pemilik maupun orang lain, serta bekerja sesuai fungsinya. Tidak menutup kemungkinan pula terjadi kegagalan dalam aplikasi tema pada perancangan rumah tinggal.
Kegagalan aplikasi tema tersebut disebabkan oleh :
· Kesalahan interpretasi TOR dan analisa lahan
· Kegagalan komunikasi antara arsitek dan pemilik rumah<
· Konsistensi penerapan tema pada setiap tahap disain
· Kendala teknis (ketidak tersediaan material, metoda konstruksi, tenaga ahli,dll)
· Pengawasan selama konstruksi kurang ketat.

Pentingnya Aksen pada Facade


Fasad (façade) merupakan wajah depan rumah yang akan memberikan kesan pertama. Wujud fasad bahkan dapat pula diartikan wujud keinginan penghuni yang sekilas berhubungan pula dengan karakter penghuni. Dalam pembentukan sebuah fasad kriteria estetis dan pertimbangan lainnya seperti lingkungan dan kondisi iklim turut memberikan pengaruh terhadap wujud yang timbul.

Namun ada kalanya facade rumah kita  seragam dengan rumah lainnya (rumah tetangga) jika rumah yang kita huni berada dalam komplek perumahan.Sehingga tamu yang akan datang ke rumah kita sangat kesulitan untuk membedakan yang mana rumah kita. 

Untuk menyiasatinya  hal ini, salah satu solusinya adalah dengan memberikan aksen yang mencolok pada bagian kecil rumah kita, sebagai identitas dan penanda rumah kita. juga sebagai  dari facade rumah kita.

Adapun aksen itu dapat berupa pemberian warna yang kontras dengan warna cat facade misalkan dengan warna-warna terang seperti merah,kuning,biru atau hijau, atau dapat berupa pemberian tekstur yang berbeda serta bentuk yang berbeda untuk memberikan kesan mononjol sebagai penanda pada bagian kecil facade rumah yang kita miliki seperti dengan texture batu alam dengan bentuk miring dan sebagainya. 





</span></em>

Tropical house at Cipageran-Cimahi










- Client            : Mr. Dedi Sodikin
- Location       : Cipageran,Cimahi
- Status           : was built, in 2001
 
'meskipun lahan terbatas, kebutuhan ruang banyak, rumah tinggal itu tidak selalu harus tumbuh vertikal menjadi 2 lantai, akan tetapi dengan pengolahan ruang yang optimal dan sehat, untuk mendapatkan kesan rumah yang sesungguhnya cukup 1 lantai saja, biar sedap dipandang' (dikutip dari owner)

Tropical Fractal House






- Client      : Mr. Benny Nur Ramdhoni
- Location : Kopo, Bandung
- Status     : Design Proposal




Fractal adalah salah satu pendekatan desain arsitektur, dimana komposisi fraktal ini di dasarkan oleh pengulangan pola(pattern) yang sama pada ornamennya,dengan modifikasi berbagai skala yang berbeda-beda, dan modifikasi yang lain dengan cara di flip/mirroring, diputar(rotating) serta di gabung (intersecting) sehingga menampilkan komposisi bentuk yang menarik..

Kebetulan, bapak Benny sang owner dari proyek rumah tinggal ini membebaskan saya berekspresi pada desain rumah tinggalnya.. Sang owner hanya menginginkan agar calon rumahnya itu memiliki penghawaan yang baik, dan tampak(facade bangunan) yang terlihat chic..Oleh karena itu saya mencoba pendekatan desain fractal yang di padukan dengan bangunan tropis.

Di sebidang tanah 400 m2 di daerah selatan Bandung ini. Saya mencoba mengakomodir semua kebutuhan sang owner..dengan membagi zoning - zoning area semi public,semi privat,privat dan service, sehingga tercipta suatu pola (pattern) pada denah nya yang kembali di terapkan pada desain facadenya dengan menggunakan pendekatan fractal ini.

Kekuatan desain rumah tinggal ini yaitu pattern pada denah sama dengan pattern pada desain tampaknya. Disamping requirement penghawaan yang baik pada setiap ruang2 yang ada
...

Modified your pattern with fractal.....and enjoy it..


- Client         : Mr. Tatang
- Location    : Cipadung, Bandung
- Status        : design proposal on 2010

Sang pemilik merupakan keluarga baru yang memiliki 1 orang anak berusia 2 tahun, yang mendambakan pengembangan rumahnya menjadi 2 lantai dan menjadikan bernuansakan modern resort.

Rumah yang pada awalnya hanya memiliki 2 buah kamar tidur ini di kembangkan menjadi 5 buah kamar mengikuti kebutuhan yang bertambah karena sering kedatangan sanak saudara yang ikut menginap. Facadenya mengikti konsep bangunan yang sudah  ada, tetapi diberi sentuhan modern minimalis  dengan penambahan elemen hijau yaitu tanaman hias pada facadenya.